senja di atas masjid banten

senja di atas masjid banten

Jumat, 20 Maret 2009

Sawasdee Krab Pattaya!

Wah jadi keterusan nih, nulis lagi ah!

Baca tulisan di blog setahun lalu asyik juga nih!

Kalo di Bali ada Kuta, di Lombok juga ada Kuta, eh tak dinyana Kuta juga ada lho di Pattaya. Bukan namanya yang sama namun suasananya persis dan mirip Kuta di Bali.

Pattaya, berada bagian tenggara dari Thailand, dimana jajaran kotanya berada dipinggiran pantai. Konon kota ini menjadi terkenal karena tentara US yang beristirahat atau pulang dari perang di Vietnam sebelum pulang tinggal di daerah ini. Ada yang bahkan tidak jadi pulang dan menetap karena daerahnya yang tenang dan pantainya yang indah, apalagi penduduknya ramah dan menurut mereka cukup cantik untuk dijadikan teman hidup. Lama-kelamaan menjadi tujuan Daftar Bernomorwisata bagi turis hingga sekarang. Tak heran bila living cost disini juga menyesuaikan dan di daerah inilah banyak yang bisa berbahasa Inggris-Satu kendala tersendiri bila di Thailand-.

Ehm, namun prostitusinya Bok, disini luar biasa. Ook, -abg nya thailand- hingga yg stw terang-terangan menggelar dagangan di jalanan sepanjang pantai Pattaya. Sampai istriku tertawa lepas, setelah kami sengaja deketin pasangan yang sedang transaksi. Ups! Pingin tahu berapa harga mereka sekali kencan, alamak 500 Bath alias 175 rb. Woo!.
Walaupun kalo pendapat pribadi dari sisi wajah dan postur jauh lebih bagus banci Alcazar Cabaretz. Tetapi bule yang jadi peminat juga banyak. Buta kali yee.Huh!

Menurut kepercayaan mereka, prostitusi ini marak karena -konon nih- ada yang seorang wanita, yang dicintai oleh seorang bule dan mereka kemudian hidup bareng! Hidup wanita tersebut langsung berubah bukan hanya dirinya namun keluarga dan lingkungannya menjadi terangkat secara ekonomi, akibatnya banyak wanita Thai yang datang ke Pattaya untuk mengadu nasib menjadi penjaja cinta karena ingin memperbaiki nasib dan ekonomi mereka. Benar tidaknya, silakan dipersepsikan sendiri.

Namun diluar itu Pattaya memang punya pesona, baik kota yang rapi, bersih dan teratur juga dukungan pemda dan godfather-nya Pattaya! Ayo Bali jangan mo kalah pesonamu!
Sawasdee Krab!

property right by pontjo
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kangen Ngeblog : "Ojeg" Profesi Mendunia

Lihat Ojeg, nunggu bis, Bete!, tangan pegang BB. Ups kenapa harus bete.
Gara-gara BB, ada yang terlintas dan bikin kerinduan muncul. Ya, udah lama ngga ngeblog. Tepatnya sejak perenungan pada kapal yang sedang tertimpa badai.

Ya, BB, mengingatkan untuk ngeblog, dan memposting banyak hal yang terserak dan tersisa dari perjalanan hidup.

Melihat tukang ojeg, aku jadi teringat bahwa ojeg ternyata tidak hanya di negeri ini, tapi di negeri tetangga khususnya di kota Bangkok, ojeg juga ada, namun mereka rapi dan punya antrian yang teratur.

Mereka pakai seragam warna orange, konon warna ini akan terlihat di kala malam dan meminimasi terjadinya kecelakaaan malam. Ongkosnya mulai dari 10 Bath sampai Ribuan Bath tergantung jarak, cuman bila terlalu jauh mereka kadang berpikir takut dijahilin alias jadi korban kejahatan. Maklum seperti di negeri ini, Thailand tingkat curanmor sangat tinggi, apalagi mereka berbatasan dengan daerah seperti Loas dan Kamboja serta Burma yang sangat sulit terlacak bila masuk hutan.

Ojeg disana baru muncul tahun 1999 saat mulai krisis moneter I menyerang kawasan Asia, dan menjadi pilihan selain Tuk-Tuk sejenis bajaj. Dan merebak hingga sekarang. Ah ojeg ternyata jadi suatu profesi yang sudah mendunia. Luar Biasa!

property right by pontjo
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 19 April 2008

Percikan Perenungan : 12 th Mengabdi

3 Mei bulan depan, adalah tepat 12 tahun pengabdianku pada perusahaanku. Masa yang cukup untuk mulai perenungan, apakah akan tetap disini atau hendak mencari tambatan baru. Jujur, aku berutang banyak pada perusahaanku ini. Bila tanpanya, aku belum tentu jadi Sarjana, karena orangtuaku bukan orang mampu. Untuk masuk dengan uang pangkal awal satu juta pun, bapakku harus hutang ke Bank. Tragis memang.


Bagaimana tidak, aku bungsu dari empat saudara. Gaji orang tuaku 14 tahun yang lalu tak lebih dari 400 ribu. Untuk biaya 3 kakak kuliah dan aku jelas tidak cukup. Dari Toko dan catering yg diusahakan ibuku pun tak mungkin (karena sejak kecelakaan, kaki ibuku jadi tidak optimal).


Ya, perusahaan ku lah yang mengentaskan aku dari fakir menjadi ada.


Dalam kurun waktu itu, telah kulalui kerja dari tingkat staf hingga manager, dari kenal satu kota hingga keliling Indonesia dan pendidikan ke luar negeri. Dari hanya kenal pena, hingga kenal komputer, dari selembar kertas hingga internet. Yang paling bersejarah adalah aku kenal istriku dan menikahinya. Kasarnya, dari CD (daleman) hingga Rumah, semua dari perusahaanku.


Aku tahu perusahaanku sedang goyah, arah perahu tercabik angin dari kanan dan kiri. Dan aku sendiri butuh pengakuan eksistensi lebih, tawaran demi tawaran baik dari rekanan, temans hingga pihak luar silih berganti. Dari bergaji sama, hingga gaji dan fasilitas yang lebih, yang membuat aku tertegun dan berhenti untuk sekedar menoleh.


Aku tak ingin berkhianat pada perusahaanku ini, aku ingin bersamanya keluar dari hiruk pikuk badai yang sedang menerpanya.


Namun terkadang, aku sendiri berjalan ditempat gelap, berisik suara dan kegaduhannya, membuat akal sehatku tak mampu membedakan mana direction dan rejection. Jujur, saat seperti ini yang dibutuhkan adalah nahkoda yang terampil dan benar-benar tahu kemana perahu ini akan dibawa. Sementara kapasitasku belum lah menjadi nahkoda untuk kapal besar ini.


Yang jelas, Aku masih tetap cinta pada perusahaan ku. Sungguh.


Namun entah sampai kapan??

Kuta Lombok, Pesona Like A Virgin


Lombok memang punya pesona tersendiri, alamnya tak kalah dengan Bali. Ada pegunungan, ada dataran luas, ada pulau kecil/gili , pantai, turin dan kesenian serta kerajinan tangannya. Bahkan tak sedikit yang nilang, Lombok jauh lebih bagus dari Bali.


Nah, kalo di Bali ada Kuta, di Lombok pun ada Kuta. Tepatnya ada di daerah Selatan Lombok. Masih asli, just Like A Virgin. Dua Jam dari Mataram. Yang menarik adalah bahwa di Kuta ada dua jenis pasir. Di sisi Barat pasirnya seperti butiran merica, di sisi Timur pasirnya seperti serbuk. Kalo mo bawa, anak2 kecil yang berkeliaran di Kuta, mau mengambilkan dua buah jenis pasir tersebut untuk kenang2an. Satu botol ukuran 1 liter aqua Rp. 3.000,-.


Karena masih Asli, jangan coba2 datang pas siang hari, selain terik, masih jarang tumbuhan besar untuk berteduh. Kalo pagi atau sore. Nyaman untuk berenang ataupun mancing ikan. Main perahu juga OK, berjemur apalagi. Main Istana pasir bisa, berendam dipasir nikmat habis.


Ya, aku berharap Kuta, tetap asli walaupun mungkin akan disentuh oleh bisnis pariwisata. Karena Kuta yang satu ini, punya daya tarik selain alamnya. Ada acara adat khusus yang diadakan di sini setaip Kamis hari tertentu dan purnama tertentu. Dimana, ada semacam festival makan cacing laut yang berwarna-warni. Konon ceritanya, cacing laut ini jelmaan putri cantik, yang tak ingin memilih dua pangeran yang menginginkannya, karena berpotensi terjadi perang.


Cacing2 ini akan hilang dan mati bila pencemaran dan juga tangan2 jahil merusak terumbu karang dan menyingkirkannya dari Kuta, karena aspek Bisnis. So, please deh jangan rusak Kuta dengan cacing2 nya. Cacing ini tidak menjijikkan, jadi juga jangan worry deh. Enjoy aja...


OK, sampai jumpa di Kuta Lombok. The Wonderful Paradise, Like A Virgin.

Minggu, 13 April 2008

Bandung Ku, Wahana Latih Kesabaran


Bandung, mungkin sudah tak asing lagi, namun Maret 2008 ini, kusempatkan mengunjungi lagi bersama dengan kedua anakku dan istriku. Bagiku dan istriku, yang sama-sama pernah menuntut ilmu di Bandung. Kota ini memang tak mudah untuk dilupakan. Kenangan indah dan buruk membaur bersama pengalaman yang menakjubkan. Makanya begitu diajak ke Bandung, tanpa ba bi bu, langsung jawab "Ayo". Meluncurlah kami ke Bandung, bersama Rush baru, karena biasanya pake Jazz, kecil tapi nyaman. Anakku mejulukinya si Hokage Kelima (nanti deh aku ceritain kenapa dikasih nama ini)

Memasuki Bandung dari Tol Pasteur, Ups. Macet hingga dua jam. Farah eh Parah deh. Mana hujan, petir, dingin, berkabut, sruduk sana sruduk sini. Jadi inget Kebon Jeruk. Sabar....

Sampe ke Hotel Holiday Inn sudah Magrib, untung jadi anggota Priority Group, sehingga walaupun full book, kami masih dapat kamar di lantai 8. Hokage Lima parkir di Basement, dicuci oleh Bell Boy. Biar istirahat dan rada bersih. Kita putuskan hari ini istirahat di kamar saja dan makan malam pesan by on call aja.

Esoknya kami ke CiWalk, mak...Kami kena macet 4 jam dari Babakan Siliwangi sampai ke pintu masuk Ciwalk. Top bener.... Sabar.....

Balik dari CiWalk mo ke Lembang, mak.... Kami kena macet lagi hingga 3 jam, akhirnya di Sarijadi kami putuskan untuk balik lagi ke Hotel... Sabar......

Wajah anakku udah pada cemberut dan kusem karena mo jalan2 di Bandung malah pegel nonton macet aja.. Untung di Hotel ada kolam renang sehingga ada pelampiasannya, mereka berenang sepuasnya hingga malam.

Pulangnya, mak Delapan jam kami baru sampe Rumah. Bandung benar-benar melatih Kesabaran. Sabar....

Ampenan: Dimana itu?


Pernah dengar Ampenan? Nama ini sungguh asing untuk orang diusia belasan bahkan dua puluhan. Nama ini asing karena sejak jaman Orba telah diganti/ diubah oleh pemerintah pusat atas persetujuan Pemda Nusa Tenggara Barat.

Ya Ampenan sudah tidak lagi ngetop, beda ketika di jaman Belanda Ampenan dengan bandaranya Selaparang , menjadi salah satu tempat pelarian sekutu selain Papua. Daerah ini menjadi semacam perlindungan dari serangan Jepang. Itu menurut buku sejarah yang dulu dibaca. Sekarang masih ada ngga ya..

Mengapa Ampenan menjadi catatan blog ku karena ternyata hanya segelintir dari lingkungan ku yang mengenal Ampenan. Berkali-kali ke Lombok naik pesawat udara, namun tidak menyadari bahwa inisial AMP adalah kepanjangan dari kata Ampenan. Lebih parah lagi HR yang mengurus SPJ sampai tak bisa membedakan jarak Mataram Lombok dengan Ampenan. Sedihnya Ampenan itu di daerah Surabya, emang soto Ambengan?! Makanya banyak yang protes, masa SPJ ke Ampenan/Lombok berbeda dengan Mataram Lombok. Padahal Ampenan itu sekarang bernama Mataram.

Inilah Indonesia, negeri ini terlalu luas dan bangsa ini terlalu sibuk hingga tak sadar bahwa tak semua warganya mengetahui dan paham atas negeri ini. Ibarat pepatah, gajah di sebrang tampak, kuman didepan mata tak tampak. Btw, Aku tetap cinta negeri ini.

Selasa, 19 Februari 2008

Keluargaku, Goresan Pelitaku


Lelah. Itu pasti. Apalagi untuk ukuran para Urban yang harus membanting tulang, mondar-mandir dari Serang - Jakarta - Serang setiap hari. Berangkat ketika fajar bergulir, pulang ketika hari hendak bergulir ke hari baru. Mata merah kurang tidur, uban tumbuh tak teratur, menajdi gambaran kelelhan akan hari-hari yang dilalui. Sabtu Minggu untuk berlibur dan melepas lelah serasa kurang. Walau sesaat untuk bercengkrama.

Apalagi bila yang dimaksud adalah belahan jiwa dan goresan pelitaku, anak dan istriku. Mereka adalah semangat dan obat letih dan lelah yang tak pernah puas membangkitkan syaraf motorikku dan menarik simponi detak jantungku untuk tetap berkarya dan memberi warna hidup kita semua. Hidup Keluarga ku.

Terima kasih Dewi, terima kasih Aang, Terima kasih Dede. Terima kasih untuk goresan semangat dalam pelita yang tetap menyala walau angin meniup liar dan bergoyang tak menentu.

Syukur Ya Rabb. Jadikan ini terpatri dalam relung langkah dan imanku. Semoga.


NB :
Dewi, adalah nama panggilan istriku Nenden Kartika Dewi
Aang, adalah nama panggilan si Sulung, Farkhan Taufiqurrahman
Dede, adalah nama panggilan si kecil, Farah Aulia Rahma

Taman Pintar, Edukasi minim Ekspresi


Jalan-jalan ke Jogja, jangan lupa mampir ke Taman Pintar. Lokasinya dekat dengan Malioboro. Lokasi yang strategis ini menjadikan siapapun yang mampir ke Jogja untuk tidak melewatkan walau hanya sesaat.

Ada dua wahana Taman Pintar ini. Wahana Outdoor dan wahana Indoor. Sepintas wahana Outdoor seperti taman bermain, namun ditiap anjungan ada beberapa peraga yang merupakan apresiasi dari gejala atau aparadigma ilmu pengetahuan khsusunya dibidang fisika dan matematika.

Namun sayang, wahana edukasi yang hendak membuat pintar ini minim ekspresi. Mengapa? karena wahana ini nyaris 'hanya' diposisikan sebagai wahana bermain 'tanpa' belajar. Banyak yang sebenarnya bisa digunakan untuk membuat wahana outdoor tersebut lebih berjiwa dan punya warna dalam ekspressi. Banyak metoda yang bisa digunakan selain papan 'pengumuman', mediasi visual tanpa didukung audio dan pemaknaannya, menjadikan siapapun yang hadir,seperti dipaksa dan terpaksa. Peran duty area yang lebih bersahabat dan menyapa yang berada disekitar arena bisa dan sangat mungkin untuk di libatkan secara aktif daripada diam menunggu yang bertanya. Dan kalopun keterbatasan orang, tenaga dan kemampuan, maka audio otomatis saat perangkat digunakan dan dimainkan atau audio visual bisa menjadi pilihan yang menarik. Atau bahkan di pintu masuk dapat dibuatkan katalog yang dibagi gratis untuk merangsang pengunjung bermain sambil belajar.

BTW, tanpa mengecilkan arti dari para penggagas dan mereka yang terlibat hingga menjadi seperti ini. Jujur saya berkata, Terima kasih dan Puji Syukur kehadiratNya. Mereka inilah pahlawan dan patriot bangsa yang mau membagikan ilmu pengetahuan dan menularkan kepada siapapun dengan media kreatif. Mereka tak banyak omong tapi memberikan bukti.

Sekali lagi, terima kasih.

Prambanan, Pesona Tersisa Pasca Gempa


Di sela, urusan dinas di Jogja, Dewi dan anak-anak, kubawa ke Candi Prambanan, sambil refreshing sekaligus mengenalkan pada Farah dan Aang untuk melihat cagar budaya yang dilestarikan di perbatasan Jogja dan Jawa Tengah.

Namun, kami terhenyak manakala memasuki area Prambanan, papan larangan untuk memasuki area dalam karean pasca gempa yang meluluh lantakan jogja, Prambanan juga kena dampak yang tidak kecil.

Patung Roro Jongrang yang bisa didekati dulu sekarang tak juga bisa kita nikmati dari dekat. Dan hamparan sisa batu candi yang belum terbentuk atau dibentuk dan terpakai untuk mebangun sisa Candi berserakan. Praktis kami hanya menikmati di pinggiran pelataran Candi.

Namun, Prambanan tetap mempesona, bukan hanya karena makna budayanya namun kekaguman akan arsitektur teknis dan religinya. Ada kekuatan lain ketika mengamati bebatuan candi. Inikah bangsa ku dulu, sebegitu hebatkah bangsa ku dulu, sebegitu religinya kah bangsa ku dulu dan begitu banyak kekaguman yang tersisa yang menjadi makna syukur pada Ilahi.

Salah besar, bila siapapun yang kini ada meremehkan bangsa ku. Bangsa ku bukan kerdil, tak bermoral dan bodoh. Leluhurku telah mewariskan kebesaran, kehormatan, harga diri dan kehebatan dan kepandaian. Prambanan adalah catatan sejarah yang disisakan olehNya walaupun dihantam Gempa besar sekalipun, untuk menjadi peringatan bahwa AKU adalah BANGSA YANG BESAR, dan BANGSA YANG HEBAT.

Aku BANGGA sebagai BANGSA INDONESIA.

Senin, 11 Februari 2008

Paddies, Belanja Oleh-Oleh di Sydney



Kalo anda mampir ke Sydney, jangan lupa singgah di Paddies Market, tepatnya dekat stasiun kereta layang, McD dan China Town (Nine Dragon). suasanya kayak pasar kaget di Indonesia, lepas Sholat Jumat, cuma lebih teratur dan rapi serta permanen. Ada beberap lantai yang bisa ditelusuri, yang jelas asyik kok.

Mayoritas dagangan adalah produk China, dengan harga yang bisa ditawar. Yang pintar nawar dan beli banyak dapat harga yang murah meriah. Mulai dari baju, jaket, asesoris, tas, hingga barang2 aneh khas aborigin. Nah penjualnya juga mayoritas dari China.

Cuman yang perlu diwaspadai adalah kualitas dan type barang, karena tak jarang barang second dijual dengan harga baru.Tapi kalo suka dan memang pingin yang ngga masalah, asal mau nawar aja. Biasanya antara harga dengan hasil penawaran berkisar antara 40%-60%.

Untuk baju beberapa produk China kalo tidak mendapatkan hasil yang murah mungkin akan kecewa karena terkadang di tempat lain seprti di Harbourside harganya kadang lebih miring di Harbourside. Saran kita, lebih baik keliling dulu, catat atau ingat harganya terus baru cari di Paddies.

Btw, selamat bergabung di Paddies Club bila anda beli barang di sana, et tapi jangan bilang sama temens atau saudara yang mau dikasihin oleh2 karena mungkin mereka akan berpikir 2x untuk terima oleh2 kita.

Bagaimana,....

Sabtu, 09 Februari 2008

Pak Webb, Dosen Laedership Yang Kreatif


Kalo ingat bola Indonesia saat dilatih Peter White, ingatanku selalu menerawang pada dosen Leadership ku waktu di Sydney. Aku ingat karena ketika suruh spell nama dosen ku, aku salah ternyata bukan White tapi Webb, dasar telinga udik maka ku pikir sama.

Nama lengkapnya Pieter M. Webb, ( hingga aku kembali ke Jakarta, M nya ngga pernah diceritakan kepada ku), dia sebenarnya lahir di Papua Timur (tahu donk pasti negara mana itu), dia awalnya bekerja di sebuah perusahaan , dan merangkak dari nol hingga mencapai jabatan manager, dan pindah ke Australia Barat, sebagai General Manager, pada perkembangannya, Pak Webb, merasa ada yang kurang dalam hidupnya.

Dia kemudian ke Sydney menyelesaikan kuliah Master hingga PhD nya disana. Ternyata ada perbedaan yang nyata dalam dunia pendidikan dengan dunia nyata. Bahwa apa yang dipelajari itu tidak bisa dipraktekan begitu saja. Apalagi dalam ilmu bidang Leadership. Memimpin diri sendiri, team dan company tidak seperti yang diajarkan di kampus, butuh alignment dan kalibarasi. Dan ini tidak mudah dihadapi saat ketika kita menjadi pemimpin.

Tidak aneh berbekal pengalaman dan study yang digelutinya, saat mengajar pun lebih banyak pengalaman, praktek lapangan hingga self test with attitude/STA, menjadi bagian dari pola mengajarnya. Dan kenapa begitu teringat dalam memori ku karena energi, semangat dan passion nya itu mencoba ditularkan secara total, sampai-sampai saat kita benchmark ke Telstra pun dia turut dan membimbing hingga mengkristalkannya dalam kegiatan yang akan kita kerjakan setelah kembali ke Jakarta nanti.

Bahkan saat kita di Melbourne (sebelum pulang ke Jakarta) pun, dia sempatkan datang untuk memastikan bahwa kita harus berubah dan mengubah diri untuk untuk menjadi pemimpin yang memiliki bandwidth tak terbatas, begitu istilahnya. Beberapa kawan memandang dari sisi negatif, namun aku memandangnya, sebagai upaya totalnya untuk mentransfer apa yang dia miliki untuk menjadi kristalisasi pemikiran yang mungkin akan dapat kita rasakan lima atau sepuluh tahun ke depan.

Ini sebenarnya contoh yang sangat baik untuk kujadikan benchmark mengajarku kelak.

Terima kasih Pak Webb.

Pak Phil, Aussie Yang Ramah


Perjalanan dari Sydney ke Melbourne pada awalnya hanya catatan kecil yang tidak berkesan, apalagi setelah sampai di bandara, langit mendung dan hujan kecil menyertai dorongan troli menuju mobil Pak Phil, yang sudah menunggu rombongan ku sejam lebih.

Senyumnya manis dan ramah, membuat pikiran ku menyangsikan bahwa Pak Phil ini orang Aussie asli. Obrolannya sepanjang perjalanan ke hotel Crown pun seperti tidak membosankan karena Pak Phil pandai bercerita lucu. Keramahannya, jadi mengingatkan ku pada kisah dan cerita guru ku SD bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah, dan murah senyum. Sangat menghargai dan menghormati kaum pendatang, berbudi pekerti luhur dan suka gotong royong. Tak tahunya, Pak Phil justru jadi representatif apa yang diceritakan oleh guru ku SD dulu. Mungkin karena memang pekerjaan dan profesionalitasnya sehingga Pak Phil bisa bertingkah seperti itu. Tapi btw, Pak Phil emang OK.

Dalam kesempatan mengunjungi rumah Pak Kapten Cook, kami duduk berdua dan bercerita tentang orang Aussie yang selalu memandang buruk orang Indonesia, baik karena naifnya, citra miskin, korupsi, bangsa lemah dan penuh teroris. Pak Phil justru memandang dalam sudut yang lain, dalam usianya yang sudah 58 tahun, Pak Phil telah berkeliling di 26 negara, dan paling lama Indonesia (5 tahun) -- dia pernah tinggal di Malingping, Banten lho --, orang Australia yang berpikiran sempit dan kaum politik lah yang selalu ngomong seperti itu, bagi mereka yang pernah dan sering berhubungan dengan orang indonesia bukan urusan politik, pasti pandangannya lain. Ada istilah khusus yang disampaikan untuk orang2 tersebut. Tentu saja istilah lucu-lucuan, dan bisa bikin orang tersinggung.

Dan pandangan ku tentang orang Aussie juga mulai berubah setelah pak Phil mengenalkan kepada banyak temens, yang juga multi etnis, saat di Victoria Market/CM. Kami kebetulan berkumpul dan tempat parkir VM menunggu rekans yang berbelanja. Obrolan kami dimulai dengan Rugby, karena mayoritas penggemar olah raga ini. Obrolan melebar tentang Indonesia. Mereka ternyata masih mengenal Indonesia dari sisi baiknya. Mereka bercerita tentang Bali, tentang kehebatan Indonesia yang bisa menyatukan banyak etnis dan bisa saling rukun, tidak ada kaum minoritas yang tertindas (??). Walaupun kadang ada beberapa koran di sana yang menulis tentang buruknya Indonesia, namun itu terkikis oleh orang2 Indonesia yang mereka kenal selama ini baik dan mau bercerita tentang hal sebenarnya di Indonesia.

Yah, orang Australia ternyata juga banyak yang humanis dan memandang Indonesia dalam bingkai yang lebih baik. Percakapan ini, moga tak cukup di area parkir, namun juga di lokasi-lokasi lain dimana bangsa Indonesia, dapat ditempatkan pada hal yang sebenarnya, bukan hanya sisi negatifnya, karena tak ada gading yang tak retak, demikian juga Indonesia dan Australia. Semoga.

Terima kasih Pak Phil.